Search

Tongpes, Alasan Pemudik Lari dari Ibu Kota ke Kampung Halaman - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Dari tahun ke tahun, tradisi mudik umumnya dilakukan paling cepat dua pekan sebelum perayaan lebaran. Tapi tidak dengan tahun ini, sebagian warga ibu kota dan sekitarnya (Jabotabek) pulang ke kampung halaman lebih cepat, bahkan sebelum ramadan datang.

Mudik lebih cepat dilakukan di tengah masa tanggap darurat virus corona bersamaan kebijakan social distancing. Akibatnya, banyak perkantoran menerapkan bekerja dari rumah (work from home), sebagian besar pusat perbelanjaan dan hiburan pun tutup.

Jangan heran jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menduga mudik yang dilakukan tahun ini bukan demi menjalankan tradisi, melainkan karena kantong kempes pekerja di sektor informal. "Banyak pekerja informal di Jabodetabek terpaksa pulang kampung lantaran penghasilannya menurun," katanya, Senin (30/3).


Dugaan Jokowi diamini oleh Direktur CORE Mohammad Faisal. Ia membenarkan mudik dipicu pekerja sektor informal yang kehilangan pendapatan karena kebijakan social distancing. Harap maklum, mayoritas pekerja informal tersebut memperoleh penghasilan secara harian, seperti penjual makanan keliling dan pengemudi ojek online. Dengan social distancing dan WFH, secara otomatis mereka kehilangan sumber pendapatannya.

"Umumnya, pekerja informal bergantung dengan apa yang mereka dapatkan setiap harinya. Jadi, kalau mobilitas berkurang, otomatis pendapatannya berkurang, tak ada pemasukan tapi biaya hidup tetap tinggi," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (31/3).

Wajar, pekerja informal berbondong-bondong meninggalkan ibu kota untuk pulang ke pangkuan ibu atau keluarga di kampung halamannya. Namun, fenomena ini tidak bisa disepelekan.

Pasalnya, sambung Faisal, jumlah pekerja informal mendominasi angka tenaga kerja di Indonesia, yakni 55 persen. "Mereka kebanyakan bekerja di sektor perdagangan, jasa, dan terutama transportasi," paparnya.

Persoalannya, pemudik pun belum tentu bebas virus corona. Kekhawatirannya, mereka pulang ke kampung halaman bersama penyakit covid-19 yang berisiko meningkatkan penyebaran dalam perjalanan maupun setibanya di kampung halaman.

Walhasil, muncul wacana larangan mudik, termasuk imbauan masyarakat untuk tetap tinggal di ibu kota dengan konsekuensi melewatkan lebaran bersama sanak keluarga. Sah-sah saja, mengingat korban positif corona di Indonesia sudah menembus 1.414 orang, dengan kematian 122 orang.

Namun, untuk menahan gelombang mudik, baik Jokowi maupun Faisal sama-sama yakin perlu ada jaring pengaman sosial (social safety net). Menurut Faisal, bantuan yang paling dibutuhkan oleh pekerja informal adalah bantuan langsung, baik tunai maupun non tunai.

Kelompok ini perlu dibantu karena memiliki daya tahan ekonomi paling rentan. "Pemerintah juga dapat mengurangi biaya hidup mereka dari sisi harga yang diatur pemerintah, seperti BBM, listrik, gas, dan air, ini seharusnya bisa diringankan," katanya.

[Gambas:Video CNN]

Memang, sebetulnya, pemerintah telah menyiapkan insentif melalui kartu pra kerja. Nilai kartu sakti itu pun dinaikkan menjadi Rp1 juta per bulan dari sebelumnya yang hanya Rp650 ribu per bulan selama 3-4 bulan.

Pemerintah juga menyiapkan stimulus ekonomi hingga Rp2 triliun kepada pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Insentif akan menjangkau sekitar 64 juta unit UMK yang ada dalam bentuk bantuan langsung tunai senilai Rp3 juta.

Hanya saja, Faisal menilai pemerintah cenderung lambat merealisasikan program tersebut. Di sisi lain, kebutuhan harian pekerja informal tetap berjalan. Ia menilai keterlambatan itu disebabkan negara memiliki keterbatasan dari sisi pendapatan terutama di awal tahun.

"Khusus tahun ini, pertumbuhan penerimaan pemerintah menurun di dua bulan pertama. Artinya, ruang meningkat belanja transfer tunai maupun bantuan sosial terbatas sekali, itu yang jadi penghambat," terang dia.

Hal senada disampaikan Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Malah, ia menilai sejauh ini pemerintah belum memberikan bantuan nyata kepada pekerja informal. Bantuan yang diberikan masih menyasar kelompok miskin, seperti percepatan pencairan dana Program Keluarga Harapan (PKH).

Sementara, pekerja informal tidak masuk golongan tersebut. "Jadi, keputusan mereka untuk pulang kembali ke kampungnya dengan harapan bisa bertahan hidup di luar Jakarta karena akses dan kegiatan ekonomi di Jakarta berkurang," tutur dia.

Karenanya, ia menyarankan pemerintah untuk memikirkan solusi 'kantong kempes' para pekerja informal Jabodetabek. Cara ini lebih efektif untuk menahan mereka kembali ke kampung halaman.

Berkaca dari kegagalan lockdown India, yang justru menimbulkan kekacauan, Josua berharap pemerintah belajar untuk melakukan persiapan matang. Meskipun, saat ini kebijakan lockdown di Indonesia belum diterapkan.

Sebagai gambaran, India menerapkan lockdown selama 21 hari. Penerapan lockdown yang dilakukan di seluruh India membuat hampir seluruh badan usaha tutup sehingga karyawan harian akhirnya menganggur.

Mereka yang kehilangan pekerjaan terpaksa melakukan mudik massal ke kampung halaman. Namun, moda transportasi umum berhenti beroperasi sehingga warga India berbondong-bondong berjalan kaki hingga ratusan kilometer ke kampung halamannya.

"Kita harus belajar juga dari India, karena pemerintah India melakukan lockdown, tetapi belum disiapkan dari sisi logistik dan bahan makan, sehingga terjadi chaos (kerusuhan)," katanya.

Jika fenomena mudik dini tak segera ditangani, ia khawatir kondisi itu justru menambah jumlah penyebaran virus corona di daerah. (bir)

Let's block ads! (Why?)



"dari" - Google Berita
March 31, 2020 at 09:38AM
https://ift.tt/39ucDv3

Tongpes, Alasan Pemudik Lari dari Ibu Kota ke Kampung Halaman - CNN Indonesia
"dari" - Google Berita
https://ift.tt/2rCl872
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tongpes, Alasan Pemudik Lari dari Ibu Kota ke Kampung Halaman - CNN Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.